Kamis, 06 Juni 2013

muak melihat media


Konglomerasi merupakan penggabungan perusahaan-perusahaan di dalam perusahaan besar, sama halnya dengan Konglomerasi media (penggabungan media dalam satu kepemilikkan). Diberlakukannya kebebasan dalam memiliki media tanpa batas mengakibatkan pengusaha yang berkantung tebal untuk dapat memiliki beberapa unit media atau dapat menciptakan “Kepemilikan Lintas Media”. Konglomerasi juga dapat menyebabkan keseragaman konten meliputi isi berita dan materi program. Di Indonesia sendiri sudah terjadi konglomerasi media, diantaranya Pengusaha sukses Chairul Tanjung yang memiliki 2 Stasiun Televisi (TransTV dan Trans7) yang berapa dalam PT Trans Corporation, Ketua umum Partai Golkar Abu Rizal Bakrie yang juga memiliki 2 Stasiun TV (TvOne dan ANTV), Ketua umum Partai Nasdem Surya Paloh yang memiliki 1 Stasiun Tv dan 1 Surat kabar nasional (Metro TV dan Media Indonesia), dan yang lebih luar biasa Polotikus Hanura Hary Tanoesoedibjo memiliki berbagai media diantaranya yaitu surat kabar Nasional SINDO (Seputar Indonesia) dan berbagai stasiun TV (MNCTV, RCTI, dan GlobalTV)."Daftar kepemilikan atas media belum lengkap, hanya garis besar"
Ketika seorang pengusaha yang berkantung tebal dapat memiliki sejumlah media tanpa batas, maka akan timbul masalah serius yaitu kontrol atas isi berita. Apakah isi berita itu adalah kenyataan yang terjadi di masyarakat ? Bagdikian menggambarkan konglomerasi dalam nada yang muram “Pelaku konglomerasi adalah mereka-merka yang ingin menguasai dan mendominasi pasar, tujuannya adalah mengontrol semua proses dari naskah awal sampai kepada penggunaannya dalam beragam bentuk.” Menyimak hal yang disampaikan Bagdikian dapat diartikan bahwa isi berita bukan hal yang murni terjadi di masyarakat, melainkan ada bias-bias yang sengaja diciptakanuntuk kepentingan pemilik perusahaan.
Konglomerasi yang tidak sehat dapat menciptakan ketidakstabilan, dengan waktu yang singkat kenyataan akan terkubur dan melahirkan kenyataan yang baru "menurut pemilik media." Hal ini dapat dikatakan bahwa agenda media sama dengan agenda publik, media yang menentukan arah, dan fakta peristiwa. Konglomerasi juga melemahkan kontrol jurnalistik, berkaitan erat dengan kebebasan pers. Sebagaimana yang dikatakan Ziauddin Sardar, kebebasan menjadi milik mereka yang menguasai pers/ media. Dalam konteks teori hegemoni Antonio Gramsci, pemilik media akan menghegemoni, menguasai, dan mendominasi media, semata untuk kepentingan pribadi mereka.
Di Indonesia sendiri keadaan seperti ini cukup memperihatinkan, pemilik-pemilik media di Indonesia sangat berambisi menjadi kepala Negara, sebagai contoh keinginan ke dua pemilik Tv Berita yaitu Abu Rizal Bakrie dan Surya Paloh, belum lagi Keinginan politikus Partai Hanura Hary Tanoesoedibjo. 3 Nama ini saja sudah mewakili persaingan 6 Stasiun Tv di Indonesia, lebih 70% dari jumlah Televisi swasta nasional yang ada di Indonesia. Keadaan yang seperti ini mengakibatkan kontens media televisi tersebut lebih mengutamakan kepentingan pemilik media ketimbang mendidik, memberi informasi, menghibur dan melakukan kontrol sosial.
Sebagai ilustrasi, seorang konglomerat media menguasai dua televisi siaran, satu surat kabar, dan satu chanel radio. Ketika sang konglomerat tersangkut kasus korupsi, semua media yang dimilikinya tidak akan memberitakan perkara korupsi tersebut. Andai dia hanya menguasai satu televisi, mungkin hanya televisi miliknya yang tidak memberitakan, tetapi media-media lainnya akan memberitakannya. Dengan perkataaan lain, makin banyak media yang dikuasai oleh segelintir konglomerat, makin banyak pula media yang lemah kontrol jurnalistiknya terhadap sang pemilik. Disisi lainnya, pemilik media punya kekuasaan untuk mewajibkan media yang dimilikinya untuk menayangkan berita yang menguntungkan dirinya, mesti berita tersebut tidak memiliki nilai jurnalistik sama sekali.
Dalam membatasi konsentrasi kepemilikan media, negara telah menerbitkan regulasi. Di Amerika misalnya, terdapat aturan yang melarang konsentrasi kepemilikan. Di Indonesia, peraturan pemerintah No 52 Tahun 2005 membatasi kepemilikian silang untuk televisi berlangganan dan terdapat suatu lembaga yang mengawasi monopoli dan persaingan usaha, yaitu Komisi Pengawasan dan Persaingan Usaha (KPPU) akan tetapi masih perlu langkah extra untuk mengotrol konglomerasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar